Friday, March 7, 2014

sosiologi komunikasi

Sosiologi Komunikasi
Review


Teori Hegemoni
Teori hegemoni dicetuskan oleh Gramsci, Gramsci menyatakan bahwa “Sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral”.[1]
Teori ini secara sederhana bisa disebutkan sebagai penguasaan terhadap pikiran yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki legitimasi dalam sebuah lingkungan masyarakat tertentu kepada golongan masyarakat biasa.

Teori Strukturasi
Teori strukturasi adalah teori yang digagas oleh Anthony Giddens, Giddens dengan teori strukturasinya ini memiliki dua konsep dasar yaitu agensi dan struktur. Agensi menurut pandangan Giddens adalah sebuah kapasitas untuk bertindak, dalam hal ini agensi juga bisa dihubungkan dengan kekuasaan. Sebuah agensi bergerak karena di dalamnya terdapat kekuasaan. Sedangkan struktur menunjukan rules atau aturan dan sumber daya. Aturan lebih menunjukan bagaimana tindakan yang dilakukan oleh agensi.

Teori Pilihan Rasional
Dasar teori ini adalah bahwa masyarakat ataupun aktor merupakan pelaku yang rasional, yang akan bertindak untuk mencapai hasil maksimal yang mungkin dari setiap interaksinya. Daya tarik teori ini terletak pada memungkinkan semua pihak untuk merundingkan aspek pemenuhan kebutuhan dasar.

Teori Konflik
Teori konflik menurut Lewis A Coser lebih menekankan bagaimana pandangannya terhadap konflik itu tidak selalu terikat dengan hal-hal negatif. Coser mengatakan bahwa konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Menurut Coser konflik terbagi menjadi konflik realistis dan konflik non-realistis. Konflik realistis adalah konflik yang terjadi karena kekecewaan terhadap tntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan kepada objek yang dianggap mengecewakan. Sedangkan  konflik  non-realistis  sendiri adalah konflik yang terjadi akibat dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak.[2]

Teori Kritis
Teori kritis ditemukan oleh Max Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis.[3] Teori kritis tetap mempertahankan kaitan antara nalar dan kebenaran sosial.

Teori penetrasi sosial
Teori penetrasi sosial oleh Irwin Artman dan Dalmas Taylor lebih mendekatkan pada perkembangan hubungan langsung dimana komunikasi memungkinkan sebuah hubungan dapat bergerak maju untuk menuju tahap keintiman atau sebaliknya mundur menuju tahap ketidakintiman. Asumsi pertama mengenai teori ini  adalah hubungan komunikasi antar individu dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan yang lebih intim.
Kedua, teori ini berpendapat bahwa hubungan komunikasi yang terjadi berkembang secara sistematis dan memiliki predikbilitas. Selanjutnya pada asumsi ketiga, teori ini berpendapat bahwa perkembangan hubungan antarindividu mencakup depenetrasi dan desolusi. Dalam teori ini kedalaman suatu hubungan adalah penting, sama halnya dengan keluasan, maksudnya adalah dalam beberapa hal kita bisa terbuka dengan orang lain namun tidak menutup kemungkinan kita menutup diri terhadap permasalahan pribadi.[4]

Teori Dialektika Relasional
Relational dialectics theory yang dikemukakan oleh Leslie Baxter dan Barbara Montgomeri menggambarkan bahwa hidup hubungan sebagai kemajuan dan pergerakan yang konstan. Orang-orang yang terlibat dalam relasi ini terus merasakan dorongan dan tarikan dari keinginan-keinginan yang bertolak belakang.
Sekalipun interaksi dengan orang lain sangat penting, namun kita perlu mengelola batasan antara publik dan privat. Acapkali kita terjebak dengan kepentingan berinteraksi dengan orang lain sehingga mengorbankan waktu untuk privasi ktia sendiri. Bagi mereka yang gemar berinteraksi dengan orang lain, menejemen semacam ini menjadi suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan berinteraksi dengan orang lain sangat menyenangkan dan membuat lupa bahwa kita membutuhkan waktu untuk menyelesaikan urusan pribadi kita. Oleh sebab itu, sangat diperlukan menejemen batasan dalam penyediaan waktu untuk orang lain dan untuk diri kita sendiri.

Teori Disonansi Kognitif
Teori ini dicetuskan oleh Leon Festinger, Leon Festinger mendefinisikan disonansi kognitif merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka “menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”. Dengan kata lain, disonansi kognitif merupakan perasaan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten.

Teori Interaksi Simbolik
Symbolic Interaction Theory atau Teori Interaksi Simbolik dicetuskan oleh George Herbert Mead. Mead mengagumi kemampuan manusia untuk menggunakan simbol, ia menyatakan bahwa orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu.  Teori ini juga akan berurusan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial.
Interaksi sendiri dianggap sebagai unit analisis: sementara sikap-sikap diletakkan menjadi latar belakang.[5] Para teoritikus interaksi simbolik menyatakan bahwa orang bertindak terhadap orang lain atau suatu peristiwa berdasarkan makna yang mereka berikan kepadanya. Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi.

Teori Pertukaran Sosial
Teori Pertukaran Sosial adalah teori  dalam ilmu sosial  yang menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut terhadap Keseimbangan antara apa yang di berikan ke dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu dan  Jenis hubungan yang dilakukan.
Teori ini digagas oleh George C Homans, ia adalah seorang sosiolog asal Inggris yang juga penggagas teori A Theory of Elementary Social Behavior”.
terjadinya pertukaran sosial harus ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :
1. Suatu perilaku atau tindakan harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat tercapai lewat interaksi dengan orang lain
2. Suatu perilaku atau tindakan harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan yang dimaksud. Adapun tujuan yang dimaksud dapat berupa ganjaran atau penghargaan intrinsik yakni berupa pujian, kasih sayang, kehormatan dan lain-lainnya atau penghargaan ekstrinsik yaitu berupa benda-benda tertentu, uang dan jasa.[6]








No comments: