Sosiologi Komunikasi
Review
Teori Hegemoni
Teori hegemoni dicetuskan oleh Gramsci, Gramsci
menyatakan bahwa “Sebuah
pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep
tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional
maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral,
prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial,
khususnya dalam makna intelektual dan moral”.[1]
Teori ini secara sederhana bisa disebutkan sebagai penguasaan terhadap
pikiran yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki legitimasi dalam sebuah
lingkungan masyarakat tertentu kepada golongan masyarakat biasa.
Teori
Strukturasi
Teori
strukturasi adalah teori yang digagas oleh Anthony Giddens, Giddens dengan
teori strukturasinya ini memiliki dua konsep dasar yaitu agensi dan struktur. Agensi menurut pandangan
Giddens adalah sebuah kapasitas untuk bertindak, dalam hal ini agensi juga bisa
dihubungkan dengan kekuasaan. Sebuah agensi bergerak karena di dalamnya
terdapat kekuasaan. Sedangkan struktur menunjukan rules atau aturan dan sumber daya. Aturan lebih menunjukan bagaimana tindakan
yang dilakukan oleh agensi.
Teori
Pilihan Rasional
Dasar
teori ini adalah bahwa masyarakat ataupun aktor merupakan pelaku yang rasional,
yang akan bertindak untuk mencapai hasil maksimal yang mungkin dari setiap
interaksinya. Daya tarik teori ini terletak pada memungkinkan semua pihak untuk
merundingkan aspek pemenuhan kebutuhan dasar.
Teori
Konflik
Teori
konflik menurut Lewis A Coser lebih menekankan bagaimana pandangannya terhadap
konflik itu tidak selalu terikat dengan hal-hal negatif. Coser mengatakan bahwa
konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan,
penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan
menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok
lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak
lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Menurut Coser konflik terbagi menjadi konflik realistis dan konflik
non-realistis. Konflik realistis adalah konflik yang terjadi karena kekecewaan
terhadap tntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan
keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan kepada objek yang dianggap
mengecewakan. Sedangkan konflik non-realistis
sendiri adalah konflik yang terjadi akibat dari kebutuhan untuk
meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak.[2]
Teori
Kritis
Teori
kritis ditemukan oleh Max Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan
kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap
deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri
kebudayaan, dan institusi politik borjuis.[3]
Teori kritis tetap mempertahankan kaitan antara nalar dan kebenaran sosial.
Teori penetrasi sosial
Teori penetrasi sosial oleh Irwin Artman dan Dalmas
Taylor lebih mendekatkan pada perkembangan hubungan langsung dimana komunikasi
memungkinkan sebuah hubungan dapat bergerak maju untuk menuju tahap keintiman
atau sebaliknya mundur menuju tahap ketidakintiman. Asumsi pertama mengenai teori
ini adalah hubungan komunikasi antar
individu dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinum
menuju tahapan yang lebih intim.
Kedua, teori ini
berpendapat bahwa hubungan komunikasi yang terjadi berkembang secara sistematis
dan memiliki predikbilitas. Selanjutnya pada asumsi ketiga, teori ini
berpendapat bahwa perkembangan hubungan antarindividu mencakup depenetrasi dan
desolusi. Dalam teori ini kedalaman suatu hubungan adalah penting, sama halnya
dengan keluasan, maksudnya adalah dalam beberapa hal kita bisa terbuka dengan
orang lain namun tidak menutup kemungkinan kita menutup diri terhadap
permasalahan pribadi.[4]
Teori Dialektika Relasional
Relational
dialectics theory yang dikemukakan
oleh Leslie Baxter dan Barbara Montgomeri menggambarkan bahwa hidup hubungan
sebagai kemajuan dan pergerakan yang konstan. Orang-orang yang terlibat dalam
relasi ini terus merasakan dorongan dan tarikan dari keinginan-keinginan yang
bertolak belakang.
Sekalipun interaksi
dengan orang lain sangat penting, namun kita perlu mengelola batasan antara
publik dan privat. Acapkali kita terjebak dengan kepentingan berinteraksi
dengan orang lain sehingga mengorbankan waktu untuk privasi ktia sendiri. Bagi
mereka yang gemar berinteraksi dengan orang lain, menejemen semacam ini menjadi
suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan berinteraksi dengan
orang lain sangat menyenangkan dan membuat lupa bahwa kita membutuhkan waktu
untuk menyelesaikan urusan pribadi kita. Oleh sebab itu, sangat diperlukan
menejemen batasan dalam penyediaan waktu untuk orang lain dan untuk diri kita
sendiri.
Teori Disonansi Kognitif
Teori ini dicetuskan oleh Leon Festinger, Leon
Festinger mendefinisikan disonansi kognitif merupakan perasaan yang dimiliki
orang ketika mereka “menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak
sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”. Dengan kata lain, disonansi
kognitif merupakan perasaan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh sikap,
pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten.
Teori Interaksi Simbolik
Symbolic
Interaction Theory atau Teori Interaksi
Simbolik dicetuskan oleh George Herbert Mead. Mead mengagumi kemampuan manusia
untuk menggunakan simbol, ia menyatakan bahwa orang bertindak berdasarkan makna
simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu. Teori ini juga akan berurusan dengan
struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau
sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik memfokuskan
diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan
hubungan sosial.
Interaksi sendiri dianggap sebagai unit analisis: sementara sikap-sikap
diletakkan menjadi latar belakang.[5]
Para teoritikus interaksi simbolik menyatakan bahwa orang bertindak terhadap
orang lain atau suatu peristiwa berdasarkan makna yang mereka berikan
kepadanya. Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan
interaksi.
Teori Pertukaran Sosial
Teori Pertukaran Sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang
menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi. Teori ini
menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita dengan orang lain
sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut terhadap Keseimbangan antara apa
yang di berikan ke dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu
dan Jenis hubungan yang dilakukan.
Teori ini digagas oleh George C Homans, ia adalah seorang sosiolog asal
Inggris yang juga penggagas teori “A
Theory of Elementary Social Behavior”.
terjadinya
pertukaran sosial harus ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :
1. Suatu
perilaku atau tindakan harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat
tercapai lewat interaksi dengan orang lain
2. Suatu
perilaku atau tindakan harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian
tujuan-tujuan yang dimaksud. Adapun tujuan yang dimaksud dapat berupa ganjaran
atau penghargaan intrinsik yakni berupa pujian, kasih sayang, kehormatan dan
lain-lainnya atau penghargaan ekstrinsik yaitu berupa benda-benda tertentu,
uang dan jasa.[6]
No comments:
Post a Comment