Friday, March 7, 2014

sosiologi komunikasi

Sosiologi Komunikasi
Review


Teori Hegemoni
Teori hegemoni dicetuskan oleh Gramsci, Gramsci menyatakan bahwa “Sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral”.[1]
Teori ini secara sederhana bisa disebutkan sebagai penguasaan terhadap pikiran yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki legitimasi dalam sebuah lingkungan masyarakat tertentu kepada golongan masyarakat biasa.

Teori Strukturasi
Teori strukturasi adalah teori yang digagas oleh Anthony Giddens, Giddens dengan teori strukturasinya ini memiliki dua konsep dasar yaitu agensi dan struktur. Agensi menurut pandangan Giddens adalah sebuah kapasitas untuk bertindak, dalam hal ini agensi juga bisa dihubungkan dengan kekuasaan. Sebuah agensi bergerak karena di dalamnya terdapat kekuasaan. Sedangkan struktur menunjukan rules atau aturan dan sumber daya. Aturan lebih menunjukan bagaimana tindakan yang dilakukan oleh agensi.

Teori Pilihan Rasional
Dasar teori ini adalah bahwa masyarakat ataupun aktor merupakan pelaku yang rasional, yang akan bertindak untuk mencapai hasil maksimal yang mungkin dari setiap interaksinya. Daya tarik teori ini terletak pada memungkinkan semua pihak untuk merundingkan aspek pemenuhan kebutuhan dasar.

Teori Konflik
Teori konflik menurut Lewis A Coser lebih menekankan bagaimana pandangannya terhadap konflik itu tidak selalu terikat dengan hal-hal negatif. Coser mengatakan bahwa konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Menurut Coser konflik terbagi menjadi konflik realistis dan konflik non-realistis. Konflik realistis adalah konflik yang terjadi karena kekecewaan terhadap tntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan kepada objek yang dianggap mengecewakan. Sedangkan  konflik  non-realistis  sendiri adalah konflik yang terjadi akibat dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak.[2]

Teori Kritis
Teori kritis ditemukan oleh Max Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis.[3] Teori kritis tetap mempertahankan kaitan antara nalar dan kebenaran sosial.

Teori penetrasi sosial
Teori penetrasi sosial oleh Irwin Artman dan Dalmas Taylor lebih mendekatkan pada perkembangan hubungan langsung dimana komunikasi memungkinkan sebuah hubungan dapat bergerak maju untuk menuju tahap keintiman atau sebaliknya mundur menuju tahap ketidakintiman. Asumsi pertama mengenai teori ini  adalah hubungan komunikasi antar individu dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan yang lebih intim.
Kedua, teori ini berpendapat bahwa hubungan komunikasi yang terjadi berkembang secara sistematis dan memiliki predikbilitas. Selanjutnya pada asumsi ketiga, teori ini berpendapat bahwa perkembangan hubungan antarindividu mencakup depenetrasi dan desolusi. Dalam teori ini kedalaman suatu hubungan adalah penting, sama halnya dengan keluasan, maksudnya adalah dalam beberapa hal kita bisa terbuka dengan orang lain namun tidak menutup kemungkinan kita menutup diri terhadap permasalahan pribadi.[4]

Teori Dialektika Relasional
Relational dialectics theory yang dikemukakan oleh Leslie Baxter dan Barbara Montgomeri menggambarkan bahwa hidup hubungan sebagai kemajuan dan pergerakan yang konstan. Orang-orang yang terlibat dalam relasi ini terus merasakan dorongan dan tarikan dari keinginan-keinginan yang bertolak belakang.
Sekalipun interaksi dengan orang lain sangat penting, namun kita perlu mengelola batasan antara publik dan privat. Acapkali kita terjebak dengan kepentingan berinteraksi dengan orang lain sehingga mengorbankan waktu untuk privasi ktia sendiri. Bagi mereka yang gemar berinteraksi dengan orang lain, menejemen semacam ini menjadi suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan berinteraksi dengan orang lain sangat menyenangkan dan membuat lupa bahwa kita membutuhkan waktu untuk menyelesaikan urusan pribadi kita. Oleh sebab itu, sangat diperlukan menejemen batasan dalam penyediaan waktu untuk orang lain dan untuk diri kita sendiri.

Teori Disonansi Kognitif
Teori ini dicetuskan oleh Leon Festinger, Leon Festinger mendefinisikan disonansi kognitif merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka “menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”. Dengan kata lain, disonansi kognitif merupakan perasaan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten.

Teori Interaksi Simbolik
Symbolic Interaction Theory atau Teori Interaksi Simbolik dicetuskan oleh George Herbert Mead. Mead mengagumi kemampuan manusia untuk menggunakan simbol, ia menyatakan bahwa orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu.  Teori ini juga akan berurusan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial.
Interaksi sendiri dianggap sebagai unit analisis: sementara sikap-sikap diletakkan menjadi latar belakang.[5] Para teoritikus interaksi simbolik menyatakan bahwa orang bertindak terhadap orang lain atau suatu peristiwa berdasarkan makna yang mereka berikan kepadanya. Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi.

Teori Pertukaran Sosial
Teori Pertukaran Sosial adalah teori  dalam ilmu sosial  yang menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut terhadap Keseimbangan antara apa yang di berikan ke dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu dan  Jenis hubungan yang dilakukan.
Teori ini digagas oleh George C Homans, ia adalah seorang sosiolog asal Inggris yang juga penggagas teori A Theory of Elementary Social Behavior”.
terjadinya pertukaran sosial harus ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :
1. Suatu perilaku atau tindakan harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat tercapai lewat interaksi dengan orang lain
2. Suatu perilaku atau tindakan harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan yang dimaksud. Adapun tujuan yang dimaksud dapat berupa ganjaran atau penghargaan intrinsik yakni berupa pujian, kasih sayang, kehormatan dan lain-lainnya atau penghargaan ekstrinsik yaitu berupa benda-benda tertentu, uang dan jasa.[6]








Adu Domba ala Metro TV terkait Pemberitaan mengenai Isu Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Adu Domba ala Metro TV terkait Pemberitaan mengenai Isu Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Metro TV adalah salah satu stasiun televisi berita yang berdiri di bawah naungan PT. Media Televisi Indonesia. Metro TV secara resmi berdiri pada 25 Oktober 1999 yang diketuai oleh Surya Paloh, Surya Paloh sendiri adalah salah satu tokoh politik Indonesia yang juga pemilik Koran Media Indonesia.[1]
Sebagai salah satu stasiun yang berorientasi pada berita, Metro TV selalu menyajikan berita dalam setiap siaran mereka, baik itu berita yang berskala nasional maupun internasional. Salah satu acara unggulan Metro TV adalah Metro Hari Ini yang tayang setiap hari pada pukul 18.05, acara ini merupakan acara interaktif yang mengundang partisipasi masyarakat untuk berkomentar tentang topik berita yang telah disediakan oleh pihak Metro TV. Selain itu dialog-dialog dengan para tokoh politik juga sering disiarkan oleh Metro TV.
Secara kasat mata penilaian kita terhadap orientasi Metro TV yang menjadi sumber informasi public tentang kedaan di luar maupun di dalam negeri memanglah positif. Dengan pemberitaan tersebut masyarakat jadi tahu informasi tentang berbagai hal. Hanya saja yang saya permasalahkan di sini adalah pemberitaan yang dilakukan Metro TV terkait masalah politik dalam negeri kita sendiri. Bagaimana Metro TV mengemas berita terkait rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada awal April lalu. Dalam hal ini masyarakat yang disuguhkan informasi ini cerderung mendapatkan imbas yang tidak baik tanpa mereka sadari.
Pemberitaan yang diberikan Metro TV mengenai masalah BBM ini memang menimbulkan brbagai penolakan, salah satu penolakan yang paling jelas terlihat adalah pada acara Metro Hari Ini dimana ada salah satu masyarakat yang menghubungi pihak Metro TV untuk tidak memberitakan masalah kerusuhan terkait rencana kenaikan BBM. Masyarakat atau partisipan dalam acara tersebut menganggap pihak Metro TV telah melakukan kesalahan terkait pemberitaan yang bersifat provokatif. Nilai berita yang ditampilkan stasiun televisi ini  cenderung mengundang amarah mahasiswa yang menontonnya, tayangan yang  ditampilkan menunjukan bagaimana mahasiswa yang  dianiaya oleh pihak keamanan yang bertugas pada saat demo dilaksanakan.
Pemberitaan yang tak kalah menarik adalah bagaimana nilai politik yang ditanamkan pihak Metro TV dalam dialog-dialog mengenai isu politik Indonesia. Masih berhubungan dengan isu kenaikan harga BBM sendiri, bagaimana dialog yang menghadirkan tokoh-politik diadakan secara langsung. Dalam hal ini pihak Metro TV menjadi pihak netral malah terlihat menyulut perselisihan antara para praktisi partai politik yang hadir. Permasalahan yang saat itu sedang hangat diperbincangkan adalah seputar pro dan kontra terhadap kenaikan harga BBM.
 Salah satu imbas tidak langsungnya menurut saya adalah keluarnya salah satu partai dalam koalisi. Memang di dalam pemberitaan yang kita lihat tidak menyeret Metro TV terkait hal ini, hanya saja motivasi pihak Metro TV dalam membuat acara tersebut jika tidak untuk politisasi rasanya tidak realistis. Apalagi kita juga tahu bahwa chairman  Metro TV sendiri adalah orang yang berkecimpung dalam perpolitikan negeri ini. Beberapa hal di atas rasanya cukup untuk menguatkan dugaan yang telah dipaparkan sebelumnya.
Mengenai pemberitaan di televisi, saya juga telah mewawancarai beberapa orang yang menjadikan Metro TV sebagai media yang mereka gunakan untuk memperoleh informasi. Adapun  orang yang saya wawancarai diantaranya adalah mahasiswa yang aktif dalam berbagai organisasi. Beberapa dari mereka mengiyakan pertanyaan saya terkait dengan amarah yang timbul akibat menyaksikan berita yang menayangkan kekerasan yang diterima oleh mahasiswa ketika demo. Lebih lanjut juga dikatakan bahwa dalam memandang hal tersebut mereka tidak sepenuhnya menyalahkan aparat keamanan karena tidak aka nada aksi jika mahasiswa yang berdemo tidak melakukan hal-hal yang melanggar prosedur yang telah ada.
Isu mengenai permasalahan BBM memang saat ini sudah sedikit surut, namun demikian pemberitaan yang dibuat oleh media massa Metro TV khsusnya hendaknya tidak harus membawa dampak yang negatif bagi penikmatnya. Akan banyak lagi permasalahan yang akan timbul di Negara ini, jika hal ini terus berlangsung maka masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan dalam waktu singkat akan berlarut-larut dan sulit dipecahkan.
Seharusnya media-media massa tidak dijadikan sebagai sarana politik yang akan memberatkan bangsa ini sendiri. Namun demikian, harapan akan hal itu sepertinya akan sulit untuk tercapai mengingat bagaimana keadaan media massa kita saat ini.

Daftar Pustaka




[1] Informasi ini didapat dari website metrotv pada kolom Hisory

Studi Kasus dan Etnografi


Studi Kasus dan Etnografi
Definisi studi kasus dikemukakan oleh Yin (1996), Yin menyatakan bahwa studi kasus adalah pencarian pengetahuan secara empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas dan dimana multisumber bukti digunakan.
Jenis-Jenis Studi Kasus
a.      Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi
dipusatkan pada perhatian organisasi tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuri perkembangan organisasinya.
b.      Studi kasus observasi,
 mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul observasi peran serta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.
c.       Studi kasus sejarah hidup,
 yang mencoba mewawancarai satu orang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama
d.      Studi kasus kemasyarakatan,
merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus observasi.
e.       Studi kasus analisis situasi,
 jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu.
f.        Mikroethnografi
 merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil.
Kelebihan Studi Kasus
·         Analisis intensif yang dilewatkan tidakdilakukan oleh metode lain.
·         Menghasilkan ilmu pengetahuan pada kasus khusus.
·         Cara yang tepat untuk mengeksplorasi fenomena yang belum secara detail diteliti.
·         Sering menghasilkan kesadaran pengetahuan baru.
·         Informasi yang dihasilkan dalam suatu studi kasus dapat sangat bermanfaat dalam menghasilkan  hipotesis yang diuji lebih ketat, rinci, dan seteliti mungkin pada penelitian berikutnya.
·         Studi kasus yang bagus (well designed)  merupakan sumber informasi deskriptif yang baik dan dapat digunakan  sebagai bukti untuk suatu pengembangan teori atau menyanggah teori.  (Burns & Grove, 1997)
Kelemahan Studi Kasus:
·         Ketidakmampuan generalisasi.
·         Potensial terjadi kesulitan untuk objektivitas.

Etnogarafi merupakan hasil catatan penjelajah Eropa Mereka mencatat semua fenomena menarik yang dijumpai selama perjalanannya, antara lain berisi tentang adat istitiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut.
Penelitian etnografi juga merupakan kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi
Ciri-Ciri Penelitian Etnografi
  Ciri-ciri penelitian etnografi adalah analisis data yang dilakukan secara holistik, bukan parsial. Ciri-ciri lain seperti dinyatakan Hutomo (Sudikan, 2001:85-86) antara lain:
1.      Sumber data bersifat ilmiah
 artinya peneliti harus memahami gejala empirik (kenyataan) dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Peneliti sendiri merupakan instrumen yang paling penting dalam pengumpulan data.
3.      Bersifat pemberian (deskripsi)
 artinya, mencatat secara teliti fenomena budaya yang dilihat, dibaca, lewat apa pun termasuk dokumen resmi, kemudian mengkombinasikan, mengabstrakkan, dan menarik kesimpulan.
4.      Titik berat perhatian harus pada pandangan emik
 artinya, peneliti harus menaruh perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang diteliti, dan bukan dari etik.
5.      Analisis bersifat induktif.
6.      Di lapangan, peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya.

Kelebihan Etnografi
·         Menghasilkan pemahaman yang mendalam.  
·         Mendapatkan atau memperoleh data dari sumber utama yang berarti memiliki tingkat validasi yang tinggi.
·         Menghasilkan deskripsi yang kaya, penjelasan yang spesifik dan rinci.
·         Peneliti berinteraksi langsung dengan masyarakat sosial yang akan diteliti.
·         Membantu kemapuan beinteraksi karena menuntut kemampuan bersosialisai dalam budaya yang di coba untuk dijelaskan.

Kelemahan Etnografi:
·         Perspektif pengkajian kemungkinan dipengaruhi oleh kecenderungan budaya peneliti.
·         Membutuhkan jangka waktu yang panjang untuk mengumpulkan data dan mengelola data.
·         Pengaruh budaya yang diteliti dapat mepengaruhi psikologis peneliti.

·         Peneliti yang tidak memiliki kemapuan sosialisai kemungkinan penolakan, dari masyarakat yang akan diteliti.

PUBLIC RELATIONS PADA TRANS TV

PUBLIC RELATIONS PADA TRANS TV
(Studi Kasus Peran Public Relations yang Dijalankan Trans TV  terkait Pemebritaan Seputar Kecelakaan Pesawat Sukhoi Super Jet 100)


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Pada tanggal 8 Mei 2012 Indonesia dikejutkan dengan sebuah tragedi kecelakaan pesawat komersial asal Rusia Sukhoi Super Jet 100, menabrak tebing gunung Salak di kabupaten Pogor kota Bogor. Belum jelas apa penyebab kecelakaan tersebut, ada beberapa pengamat mengatakan kondisi cuaca menjadi pemicu kecelakaan tersebut, ada juga yang mengatakan keputusan pilot yang menurunkan ketinggian pesawat menyebabkan terjadinya kecelakaan, bahkan berhembus kabar bahwa ada ponsel yang masih aktif ketika pesawat telah lepas landas sehingga mengganggu jaringan komunikasi pesawat.
Terlepas dari beragam kontroversi tentang penyebeb kecelakaan pesawat ini, kejadian ini menambah daftar kecelakaan pesawat yang sejak satu dekade belakangan ini telah banyak sekali. Tercatat sejak awal tahun 2002 sampai pada saat  ini telah terjadi dua puluh dua kecelakaan pesawat yang delapan diantaranya memakan korban jiwa, termasuk kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 ini.
Sehubungan dengan kejadian ini, media massa nasional terlihat gencar memberitakan seputar perkembangan kecelakaan pesawat asal Rusia ini, mulai dari update seputar evakuasi para korban hingga proses identifikasi. Selama proses itu berlangsung beragam bentuk berita dengan tema yang sama selalu menghiasi media massa terutama televisi nasional seperti RCTI, SCTV, TRANS TV, TRANS 7, GlobalTV, dan saluran televisi lainnya.
Tingginya frekuensi berita yang diterima masyarakat tentunya memiliki dampak yang signifikan pula terhadap masyarakat itu sendiri. Dengan intensitas berita yang tinggi membuat masyarakat lebih mudah memperoleh informasi yang lebih rinci. Masyarakat bahkan bisa mengetahui perkembangan berita setiap  waktu.
Namun demikian, tanpa kita sadari pemberian berita yang signifikan itu membawa dampak yang tidak selalu baik buat masyarakat. Memang dengan kekayaan informasi masyarakat bisa lebih berkembang, hanya saja perkembangan yang seperti apa nantinya tergantung bagaimana berita itu membentuknya. Apalagi masyarakat Indonesia sendiri tergolong masyarakat yang masih awam dengan berita-berita yang ada. Dalam hal ini berita-berita yang beredar di masyarakat hanya diterima tanpa penyaringan  sehingga konstruksi media  kepada konsumennya  mudah terbentuk.
Pemberitaan terkait kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 ini tampaknya tidak luput dari manipulasi media massa. Hal ini terlihat dari bagaimana media massa nasional membuat pemberitaan yang nilai beritanya cenderung terlihat seperti drama dengan soundtrack yang berlebihan. Tidak hanya itu banyak hal lain yang bisa kita jadikan contoh seputar pemberitaan yang tidak semestinya beredar di masyarakat.
Terkait masalah ini ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) Eko Maryadi menyampaikan rasa kecewanya terhadap peliputan media yang sensasional. Ia juga menyampaikan ajakan kepada media massa untuk menaati kode etik yang telah ada. "Mereka yang sedang berduka adalah bagian dari publik yang memiliki hak untuk mendapatkan informasi secara proporsional, tidak hanya semata sebagai objek berita," kata Eko.[1]
Dari penjelasan di atas maka akan menarik bila bisa melihat bagaimana peran humas dari media massa nasional dalam kaitannya dengan pemberitaan seputar kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 ini. Berangkat dari siinilah maka penelitian ini akan dilakukan.
Fokus penelitian ini sendiri adalah Humas atau Public Relations dari Trans TV di Jakarta. Alasan pemilihan fokus penelitian ini adalah Trans Corporations didasarkan dari beberapa aspek. Salah satunya adalah pemberitaan yang dilakukan oleh pihak Trans TV dinilai memiliki keunikan tersendiri dengan soundtracknya.     
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana peran Public Relations Trans TV terkait pemberitaan yang dianggap berlebihan tentang kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 di kabupaten Pogor kota Bogor.
C.   Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui peran Public Relations yang dijalankan oleh Trans TV dalam membuat pemberitaan terkait kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100.

D.   Telaah Pustaka
1.      Pengertian Public Relations
Public Relations adalah sebuah profesi yang menjadi penghubung antara sebuah organisasi dengan publik-publiknya. Sebuah hubungan positif yang menjamin adanya motivasi untuk bekerja sama untuk saling menguntungkan baik dengan publik eksternal maupun publik internal organisasi tersebut.
Cutlip, Center dan Broom (2005: 1), mendefinisikan public relations yaitu “Hubungan masyarakat merupakan fungsi manajemen yang membentuk dan mengelola hubungan saling menguntungkan antara organisasi dengan masyarakat. Keberhasilan atau kegagalan hubungan itu bergantung pada fungsi ini”. Definisi ini menekankan bagaimana memelihara hubungan baik demi keuntungan organisasi dan publiknya sebagai tujuan dari public relations itu sendiri.
Grunig dan Hunt dikutip oleh Putra (2008: 1.3), memiliki pandangan yang berbeda tentang public relations. Kalau Cutlip dkk. Menekankan bagaimana membuat hubungan baik antara publik dan organisasinya, maka public relations menurut Grunig dan Hunt adalah manajemen komunikasi antara organisasi dan publiknya.
Selain definisi public relations seperti yang telah dijelaskan di atas, ada banyak lagi definisi public relations sehingga beberapa ahli memberikan kemudahan untuk mengenal public relations itu sendiri. Menurut Wilcox, Ault & Agee seperti dikutip oleh Putra (2008: 15), ada beberapa kata yang dapat digunakan sebagai pengingat definisi-definisi yang ada, antara lain :
a)      Deliberate; aktivitas public relations yang disengaja dan didesain untuk mempengaruhi, memperoleh pemahaman, menyediakan informasi dan mendapatkan feedback.
b)     Planned; aktivitas public relations yang harus dikelola dengan baik. Kegiatan dilakukan secara sistematis yang memerlukan riset dan analisis.
c)      Performance; aktivitas public relations akan efektif jika didasarkan pada kebijakan aktual dan penampilan yang sesungguhnya.
d)     Public Interest; aktivitas public relations untuk melayani kepentingan publik dan tidak semata-mata untuk mendapatkan keuntungan organisasi. Idealnya, aktivitas public relations harus bisa menyeimbangkan keuntungan organisasi dengan keuntungan publik (perhatian dan kepentingan publik).
e)      Two-way Communication; aktivitas public relations yang mencakup feedback dari audiences. Kemampuan untuk mendengarkan adalah bagian esensial dari keahlian berkomunikasi.
f)       Management Function; aktivitas public relations akan efektif jika dijadikan bagian pengambilan keputusan dari manajemen puncak. Public relations mencakup aktivitas memberikan nasihat dan pemecahan masalah pada tingkat tinggi, tidak hanya mengeluarkan informasi setelah keputusan dibuat.
2.      Peran Public Relations
Dalam kajian ilmu-ilmu sosial konsep peran sering kali menjadi hal yang penting untuk diperbincangkan, dimana ketika seorang manusia berintraksi dengan orang lainnya maka ia telah memiliki peran di situ. Pemahaman tentang konsep peran ini sendiri bisa lebih diperdalam dengan memahami bagaimana sosiologi atau psikoloi sosial memandang peran seseorang dalam masyarakat.
Selama ini kita tahu bagaimana peran seseorang itu berdasarkan kedudukannya di dalam masyarakat, seperti definisi peran menurut Usman (2004: 71), peran adalah sesuatu yang dapat dimainkan sehingga seseorang dapat diidentifikasi perbedaannya dengan orang lain. Dengan kata lain, peran telah memungkinkan orang membangun pola bertingkah laku dan bersikap, dan di dalam peran terdapat pula strategi bagaimana seharusnya menguasai berbagai macam situasi. Sehingga peran dapat disebut juga sebagai suatu pola perilaku.
Broom & Smith menjelaskan empat peran public relations dalam suatu organisasi di dalam Cutlip, Center & Broom (2005: 32-38) yaitu sebagai berikut:
a)      Penentu Ahli
Praktisi dipandang sebagai yang berwenang terhadap masalah dan penyelesaian kehumasan. Dalam posisi ini manajer mempercayakan praktisi dengan keahlian yang dimilikinya. Praktisi berwenang mendefinisikan masalah, mengembangkan program, dan mengambil tanggung jawab terhadap pengimplementasiannya, sehingga praktisi kemudian dipandang memiliki wewenang terhadap hal-hal yang perlu dilakukan dan bagaimana seharusnya ditangani.    
b)     Fasilitator Pemecahan Masalah
Praktisi bekerja sama dengan manajer lain untuk mendefinisikan, memecahkan masalah dan menjadi bagian tim pelaksana strategis. Praktisi membantu manajer lain dan organisasi dalam menerapkan proses manajemen public relations yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah keorganisasian lain. Praktisi diundang untuk turut bergabung dalam tim manajemen manakala keputusan-keputusan strategis dibuat.
c)      Fasilitator Komunikasi
Peran fasilitator komunikasi menempatkan praktisi sebagai pendengar sensitif dan menyebarkan informasi. Praktisi bertindak sebagai penghubung, penerjemah, dan mediator antara organisasi dengan publiknya dengan berusaha menyingkirkan hambatan bagi terciptanya komunikasi yang terbuka. Tujuannya adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan manajemen organisasi untuk menghasilkan suatu keputusan yang saling menguntungkan bagi manajemen maupun publik. Praktisi menjadi sumber informasi dan saluran resmi antara organisasi dengan publik.
d)     Teknisi Komunikasi
Praktisi public relations dalam menjalankan peran ini tidak terlihat di dalam pembuatan keputusan (pendefinisian masalah dan pemilihan solusi), sehingga tidak memiliki kontribusi yang signifikan dalam pembuatan keputusan dan perencanaan strategis. Komunikasi dan program yang efektif tergantung pada kemampuan pendefinisian masalah, solusi strategis dan pengkomunikasian dalam tahap implementasi dari pihak lain serta praktisi menghabiskan sebagian besar waktunya dalam menangani aspek-aspek teknis komunikasi.
Tidak jauh berbeda dengan ke-4 peran public relations yang telah dipaparkan oleh Cutlip dkk. Dozier seperti dikutip oleh Putra (2008) berpendapat bahwa hanya ada dua peranan praktisi public relations dalam sebuah organisasi, yakni public relations manager (communication manager role) dan public relations technician (communication technician role).
Grunig & Grunig dalam Putra (2008: 2-8) mengasumsikan bahwa pemegang kekuasaan dalam organisasi memiliki peran yang signifikan dalam menentukan kemana arah organisasinya. keputusan para pemegang kekuasaan dalam organisasi, yang juga menentukan praktek public relations dalam organisasi tersebut lebih lanjut dipengaruhi oleh :
a)      Budaya Perusahaan
Organisasi memiliki peran penting terhadap keputusan para pemegang kekuasaan dalam organisasi tersebut. Sebuah organisasi yang menganut budaya otoriter cenderung akan mempraktekan sistem manajemen tertutup sehingga mempraktekkan model asimetris. Sebaliknya, bila para pemegang kekuasaan dalam organisasi menekankan budaya partisipasi, maka akan mempraktekkan sistem terbuka sehingga ada kemungkinan lebih besar untuk mempraktekan model asimetris dua arah.

b)     Pontensi Bagian Public Relations
Dalam menentukan peran dan praktek public relations, organisasi perlu terlebih dahulu diketahui potensi atau kemampuan yang dimiliki bagian public relations tersebut agar tidak terjadi salah penempatan. Namun demikian, potensi yang dimiliki bagian public relations ini sebenarnya dapat dikembangkan.
c)      Pemahaman Pemegang Kekuasaan terhadap Public Relations
Pemahaman yang dimiliki para pemegang kekuasaan tentang public relations seringkali sangat minim, dan akibatnya peran yang diberikan pada bagian ini pun seringkali tidak sesuai.  
Dalam paparan tentang bagaimana peran publik relations terkait nilai berita yang beredar di masyarakat maka penelitian ini juga menggambarkan bagaimana perilaku publik relations, dalam hal ini akan dibahas beberapa model perilaku publik relations sebagai berikut:
kemudian Grunig & Hunt seperti dikutip oleh Putra (2008: 2-4) memberikan suatu penggambaran pola perilaku dalam pelaksanaan public relations yang kemudian popular sebagai suatu model public relations yaitu;
Press agentry model
Menciptakan publisitas atau propaganda yang menguntungkan untuk memadamkan atau memanipulasi opini publik dan merepresentasikan one-way asymmetrical communication.
Public information model
Menggunakan Journalist in Residence untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik, namun yang dilakukan adalah berupa penyebaran informasi yang selektif (selective disclosure of information) serta turut mempertimbangkan jenis informasi yang akan diberikan kepada publik.
Two-way asymmetrical communications model
Model ini memanfaatkan riset keorganisasian dalam perspektif publik terhadap isu penting bagi organisasi, informasi tersebut digunakan untuk mengembangkan kampanye persuasif yang lebih baik.
Two-way symmetrical communications model
Model ini lebih menekankan pada dialog dengan mendengarkan dan melibatkan seluruh perspektif dari pihak-pihak yang terkait.
Beberapa model yang telah dipaparkan di atas tentunya memiliki hubungan yang erat dalam melihat peran dari public relations sendiri dalam sebuah organisasi. Dengan kata lain model dari public relations ini menjadi pegangan dalam penelitian ini. Dengan mengetahui model apa yang dijalankan oleh humas Trans TV maka kita juga akan mengetahui peran mereka dalam pembuatan berita tersebut.
E.   Metodologi
1.      Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran public relations Trans TV dalam membuat pemberitaan terkait kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100. Adapun metode penelitian dalam pembahasan ini menggunakan metode studi kasus deskriftif yang akan menggambarkan peran dari public relations tersebut. Studi kasus sendiri Menurut Yin (2004: 1), merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan berkenaan dengan “How” atau “Why” bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan apabila kasus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata.
Menurut Nazir (1998: 66), tujuan dari penelitian studi kasus adalah menggambarkan secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus dan sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
Definisi lain terkait studi kasus juga dikemukakan oleh sevilla (1999) studi kasus yaitu sebuah penelitian yang berfokus pada suatu kasus secara intensif dan mendetail dan selama kurun waktu tertentu.

2.      Desain Penelitian
Mooney (1988), mengemukakan studi kasus dapat dibedakan ke dalam empat  macam pengembangan yang terkait dengan model analisisnya, yaitu: (1)  kasus tunggal dengan  single level analysis.  Digunakan untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting;   (2) kasus tunggal dengan multilevel analysis. Dimaksudkan untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai tingkat masalah penting; (3) kasus jamak dengan single level analysis. Studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting; dan (4) kasus jamak dengan multi-level analysis. Studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting. 
Desain penelitian ini menggunakan kasus tunggal dengan single level analysis. Hal ini disesuaikan dengan kasus yang diteliti begitu juga dengan hanya menganalisa bagaimana peran public relations terkait pemberitaan tentang kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100.

3.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. TRANSFORMASI INDONESIA jl. Kapten Tendean Kav. 12-14 A, Jakarta.
4.      Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah PT. TRANSFORMASI INDONESIA mengenai bagaimana peran public relations Trans TV terkait pemberitaan mengenai kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100.

5.      Teknik Pengumpulan data

Menurut Yin (2005: 101), dalam studi kasus terdapat enam sumber bukti yang dapat dijadikan fokus bagi pengumpulan data studi kasus yakni, dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan, dan perangkat-perangkat fisik. Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data.
a.       Wawancara
Wawancara dilakukan dengan membuat pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian ini, karena penelitian sifatnya untuk mendeskripsikan maka wawancara ini akan menggunakan model yang terbuka, hal ini agar peneliti lebih leluasa dalam memperoleh informasi tentang kasus dalam penelitian ini.
Pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah manajer humas Trans TV A Hadiansyah Lubis, Rahmasari selaku staf humas, dan Rena adalah seorang staf humas magang di Trans TV.
b.      Observasi
Dalam upaya untuk memperoleh informasi teknik pengumpulan data observasi memiliki beberapa bentuk seperti observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur, Bungin (2009: 115). Dengan teknik ini akan memberikan jawaban yang realistic tentang sebuah kasus, hal ini disebabkan informasi yang diperoleh mencakup banyak hal seperti perilaku, kegiatan, hingga perasaan.
c.       Dokumen
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan penelitian melalui buku-buku, artikel, kliping dan bahan cetak maupun online. Prosesnya dilakukan dengan teliti agar penelitian tidak mengalami kendala.

6.      Strategi Analisis data

Sperti yang telah dijelaskan sebelumnya penelitian ini menggunakan metode studi kasus deskriftif, dalam hal ini data pertama kali dikumpulkan, dibaca, ditelaah, diurutkan, dan dikelompokkan berdasarkan jenisnya untuk selanjutnya diedit. Langkah selanjutnya adalah data yang telah di edit kemudian dihubungkan ke dalam kerangka berfikir seperti yang telah dipaparkan dalam tujuan penelitian. Selama proses ini data yang ada akan tetap disesuiakan dengan dasar pegangan penelitian ini.

Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. 2006,  Analisis : Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 
Burhan, Bungin. 2009 .Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik, serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media
Cutlip, Scott M. Center, Allen H;Broom, Glen M. 2005. Effective Public Relations. PT. Indeks: Jakarta
Nazir Muhammad, 1998. Metode Penelitian, Jakarta : Galia Indonesia.
Sevilla, C.G. 1999.  Pengantar Metode Riset. Penerjemah : Alimuddin Tuwu. : Universitas Indonesia.
Yin, Robert K. 1987. Case Study Research: Design and Methods
Yin, Robert.K, 2004.  Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Situs



[1] Lihat majalah ANTARA di www.antaranews.com edisi minggi, 13 mei 2012